Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara individu
manusia dengan dunia sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab penyerahan
meniadakan kemerdekaan, keikhlasan dan kemanusiaan. Tetapi jelas pula bahwa
tujuan hidup manusia merdeka dengan segala kegiatannya ialah kebenaran. Oleh
karena itu sekalipun tidak tunduk pada sesuatu apapun dari dunia sekelilingnya,
namun manusia merdeka masih dan mesti tunduk kepada kebenaran. Kaerena
menjadikan kebenaran sebagai tujuan adalah pengabdian kepada-Nya.
Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan apabila
demikian maka sesuai dengan pembicaraan terdahulu maka tujuan hidup yang
terakhir ialah kebenaran terakhir dan mutlak sebagai tujuan dan tempat
menundukkan diri. Adakah kebenaran terakhir dan mutlak itu? Ada, sebagaimana
tujuan akhir dan mutlak daripada hidup itu ada. Karena sifatnya yang terkhir
(ultimate) dan mutlak maka sudah pasti kebenaran itu hanya satu secara mutlak
pula.
Dalam perbendaharaan kata dan kulturil, kita sebut kebenaran
mutlak itu “Tuhan”, kemudian sesuai dengan uraian bab I, Tuhan itu menyatakan
diri kepada amnesia sebagai Allah. Karena kemutlakan-Nya, Tuhan menjadi tujuan
segala kebenaran. Maka Dia adalah Yang Maha Benar. Setiap pikiran yang maha benar
adalah pada hakikatnya adalah pikiran tentang Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab
itu seseorang manusia merdeka ialah yang ber-ketuhanan Yang Maha Esa.
Keikhlasan tiada lain adalah kegiatan yang dilakukan semata-mata bertujuan
kepda Tuhan Yang Maha Esa, yaitu kebenaran mutlak, guna memperoleh persetujuan
atau “ridho” daripada-Nya. Sebagaiman kemanusiaan terjadi karena kemerdekaan
dan kemerdekaan ada karena tujuan kepada Tuhan semata-mata. Hal itu berarti
segala bentuk kegiatan hidup dilakukan hanyalah karena nikai kebenaran itu yang
terkandung di dalamnya guna mendapat persetujuan atau ridho kebenaran mutlak.
Dan hanya pekerjaan “karena Allah” itulah yang bakal memberikan rewarding bagi
kemanusiaan. Kata “iman” berarti percaya dalam ini percaya kepada Tuhan sebagai
tujuan hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan diri kepada-Nya. Sikap
menyerahkan diri dan mengabdi kepada Tuhan itu disebut Islam. Islam menjadi nam
segenap ajaran pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pelakunya disebut
“Muslim”. Tidak lagi diperbudak oleh sesama manusia atau sesuatu yang lain dari
dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah manusia yang merdeka yang
menyerahkan dan menyembahkan diri kepada Tuhan YME. Semangat tauhid (memutuskan
hanya untuk mengabdikepada Tuhan YME) menimbulkan kesatuan tujuan hidup,
kesatuan kepribadian dan kemasyarakatan. Kehidupan bertauhid tidak lagi berat
sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid adalah manusia yang sejati dan
sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak mengenal batas.
Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya adalah
eseluruhan (totalitas) dunia kebudayaan dan peradaban. Dia memiliki seluruh
dunia ini dalam arti kata mengambil bagian sepenuh mungkin dalam menciptakan
dan menikmati kebaikan-kebaikan dan peradaban kebudayaan.
Pembagian kemanusiaan tidak selaras dengan dasar kesatuan
kemanusiaan (human totality) itu antara lain, ialah pemisahan antara eksistensi
ekonomi dan moral manusia, antara kegiatan duniawi dan ukhrowi, antara
tugas-tugas peradaban dan agama. Demikian pula sebaliknya, anggapan bahwa
manusia adalah tujuan pada dirinya membela kemanusiaan seseorang seseorang
menjadi : manusia sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagai tujuan kegiatan.
Kepribadian yang pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human totality)
yang homgen dan harmonis pada dirinya sendiri : jadi berlawanan dengan
kemanusiaan.
Oleh karena hakikat hidup adalah aml perbuatan atau kerja,
maka nilai-nilai tidak dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam
kegiatan-kegiatan kongkrit dan nyata. Kecintaan kepada Tuhan sebagai kebaikan,
keindahan dan kebenaran yang mutlak dengan sendirinya memancar dalam kehidupan
sehari-hari dalam hubungannya dengann alam dan masyarakaat, berupa usaha-usaha
yang nyata guna menciptakan sesuatu yang membawa kebaikan, keindahan dan
kebenaran bagi sesame manusia “amal saleh” (harafiah: pekerjaan yang selaras
dengan kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada iman. Jadi Ketuhanan
YME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya karena kemanusiaan adalah
kelanjutan kecintaan kepada kebenaran maka tidak ada perikemanusiaan tanpa
Ketuhanan YME. Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan adalah tidak sejati. Oleh karena
itu semangat Ketuhanan Yang Maha Esa dan semangat mencari ridho daripada-Nya
adalah dasar peradaban yang benar dan kokoh. Dasar selain itu pasti goyah dan
akhirnya membawa keruntuhan peradabannya.
“Syirik” merupakan kebalikan dari tauhid. Secara harfiah
artinya mengadakan tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan. Syirik adalah sifat
menyerah dan menghambakan diri kepada sesuatu selain kebenaran baik sesama
manusia maupun alam. Karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi, syirik
merupakan kejahatan terbesar kepada kemanusiaan. Pada hakikatnya segala bentuk
kejahatan dilakukan orang karena syirik. Sebab dalam melakukan kejahatan itu
dia menghambakan diri kepada motif yang mendorong dilakukannya kejahatan
tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Demikian pula
karena syirik seseorang mengadakan pamrih atas pekerjaan yang dilakukannya. Dia
bekerja bukan karena nilai pekerjaan itu sendiri dalam hubungannya dengan
kebaikan, keindahan dan kebenaran, tetapi karena hendak memperoleh sesuatu yang
lain.
“Musyrik” adalah pelaku daripada syirik. Seseorang yang
menghambakan diri kepada selain Tuhan baik manusia maupun alam disebut musyrik,
sebab dia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi setingkat dengan Tuhan.
Demikian pula seseorang yang menghambakan diri pada hawa nafsunya (sebagaiman
tiran atau dictator) adalah musyrik, sebab dia mengangkat dirinya sendiri
setingkat dengan Tuhan.
Kedua perlakuan itu merupakan penentang terhadap
kemanusiaan, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Maka sikap
berperikemanusiaan adalah sikap yang adil, yaitu sikap menempatkan sesuatu
kepada tempatnya yang wajar, seseorang yang adil (wajar) ialah yang memandang
manusia tidak melebihkan sehingga menghambakan dirinya kepadanya dia selalu
menyimpan itikad baik dan lebih baik (ikhsan) maka kebutuhan menimbulkan sikap
yang adil kepada manusia.
Kenangan Terindah
Kakanda Prof.Dr. Nurcholish Madjid (Alm)
Untuk Seluruh Kader Hijau Hitam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar